Selasa, 01 Mei 2012

Bagimu Negeri

dunia pendidikan mengalami kemajuan luar biasa,
dari mulai tenaga pendidiknya,
media pendidikannya,
sarana penddidikannya,
maupun penunjang lainnya,
semua mengalami perubahan,

namun disudut sembrang sana,
disudut ujung sana,
masih ada jerita,
tangisan,
kesedihan,
kepedihan,
kesengsaraan,
dirasakan oleh tenaga pendidiknya,
siswa siswinya,
dan wali muridnya,

alunan lagu Bagimu negeri serentak dinyanyikan,
bendera merah putih lusuh, berdebu, penuh luka berkibar tak pandang waktu sebagai saksi bisu carut marut negeri ini,
namun semua tak sepadan dengan keadaanya,
kaki kecil rela menepakan ditanah tanpa alas,
topi lusuh & sobek dikenakan dikepala dengan sengatan terik,
mereka tak tahu sejarah pahlawan pendidikan,
karena mereka hanya tahu bisa bersekolah,
dibawah langit diatas bumi hanya ada seonggok bangunan tak layak,
karena hanya itu tempat mereka,

bagimu negeri
kami selalu menanti
seperti mimpi pejuang kami
kami ingin jaya di negeri sendiri


'Zidnie Ilman Elfikri Bolang
bendera hitam dikibarkan di halaman sekolah
matahari baru sepenggal kepala
anak-anak menyanyikan lagu kebangsaan
yang kini mulai kehilangan nada
hanya menjadi suara sumbang
indonesia benarkah masih jaya

anak-anak tanpa sepatu
berbaris rapi tanpa topi
memanggang semangat
di bawah sengat matahari
tak lagi tahu siapa pahlawan
siapa pecundang bangsa
sebab, buku sejarah mereka dijarah televisi
doraemon,
pokemon,
ultraman,
superman,
sampai spiderman
tak habis-habisnya mencuci otak mereka
'mereka itu pahlawan kami!'
seru mereka

sementara,
pidato si inspektur upacara
bercerita tentang kisah klasik
soal kepahlawanan yang tak jelas arahnya
anak-anak tanpa sepatu
menunduk bukan karena patuh
melainkan sengat matahari menusuk pori-pori
makin tak jelaslah pula makna kepahlawanan
sebab, hampir tak ada ruang memori yang tersisa
untuk mengingat penuh wajah mereka

lagu bagimu negeri dikumandangkan
anak-anak tanpa topi tak ingat lagi
kapan terakhir kali mereka sarapan pagi
yang di kepala, hanya soal nilai ujian
yang tempo hari baru saja usai

bagimu negeri
sial nasib kami

nyanyian itu terdengar lagi
oleh kabar luka,
seorang anak tak lulus ujian
Kang Riboet Gondrong
0`1 Mei 2012
 
 

Sabtu, 11 Desember 2010

D I A

Aku memikirkanmu

Pada separuh malam tertentu

Merasuki pikiran seperti angin yang menghembus rerumputan atau juga ilalang yang berlalu begitu saja

Dan kemudian menghembus kembali tanpa disadari.

SmG, 1210.



oleh Banyu Jero pada 12 Desember 2010

semu abu-abu debu abu

; Ayah dan Mama

debu abu abu-abu semu
di sebuah senja mengaga luka rindu di dada
di hati tersimpan janji yang sedang di nanti
aku disini menanti janji darimu
aku menunggu di awal kita jumpa dan kau ucap janji

senja diam malam kelam hati bimbang
kata luka cinta dalam satu rasa
Tuhan sembuhkan luka
Tuhan berilah cinta
Tuhan ampunkan dosa
Tuhan ku bersimpuh untuk menghilangkan rindu yang melepuh

Tuhan
Tuhan
Tuhan

aku kembali pada-Mu



oleh Mardiana Setyaningrum pada 09 Desember 2010

Selasa, 30 November 2010

jum'at kliwon, 7 mei 2010.. hari baik untuk orang baik

tlah menginjak hari k 7 kamu mninggalkan urusan keduniawianmu sahabatku..

tlah kau langkahkan jejak abadimu d surgamu sahabatku..

tlah kau torehkan kenangan-kenangan itu untuk kami, sahabatku..

selamat jalan..

damailah di rumahmu..

kekallah semua kebaikanmu..

perhatianmu..

senyumanmu..



oleh Ocha Novea Haruzbersahajadunk pada 14 Mei 2010 jam

rinduku padamu; '06

rindu ku sudah di pelupuk mata
untuk '06:

anganku sudah di langit langit jingga
tentang mu,
tentang kita,

berama, bercengkerama menjalin cinta
kapan
kapan
dan kapan
itu pertanyan yang selalu ada dalam angan
kapan kita bersua hanya sekedar minum teh bersama
kapan kita bercerita tentang aku, kamu, dia, dan mereka; kita

aku menunggu kabar dari mu
kabar tentang lingkaran kebersamaan kita
kabar tentang canda tawa kita

aku menunggu mu, kawan......

oleh Mardiana Setyaningrum pada 02 Agustus 2010

Narasi untuk Sahabat

Aku mengenal dikau tak cukup lama separuh usiaku, tapi begitu banyak pelajaran yang aku terimaKau membuatku mengerti hidup ini

Perjumpaan yang selayaknya tanpa sesuatu yang luar biasa. Perkenalan yang lumrah. Lalu hari-hari yang berjalan sebagaimana mestinya. Kau dengan sesuatu yang memang telah ada padamu sejak dulu. Lalu aku dengan segala keakuanku pula. Ritme hidup yang tak terencana lebih dulu. Mengalir saja seperti apa adanya. Wajar, biasa, lurus.

Pada mulanya kita telah mempunyai kehidupan sendiri. Dengan berbagai kebiasaan yang berbeda. Dengan berbagai adat dan budaya yang berbeda. Bahasa yang tak sama, laku yang tak serupa, apalagi pola pikir dan perasaan.

Sedikit melankolis tampaknya. Entah bagaimana mulanya, segala hal yang berbeda mulai membaur dalam satu wadah yang kita sebut persahabatan. Lebih dari itu: persaudaraan. Kau menyebutku dengan julukan yang lebih dari seorang teman. Lalu kita terbiasa dengan sesuatu kebiasaan yang baru. Tampaknya kurang lengkap bila aku tak membagi senyum denganmu. Bahkan kadang tangis, segala rupa beban yang menyesak di dadaku. Hingga menjadikan kau dan aku serupa satu tubuh. Yang tak lengkap tanpa satu yang lain.

Ketika harapan tak menjadi nyata, maka kau tempatku menumpahkan segala cerita tentang angan dan harapan. Kau menggandengku dengan asa, berharap aku bangkit dengan mimpi-mimpi indahku. Pula ketika cinta mengecewakanku, kau tersenyum dan memelukku, menyakinkan bahwa aku layak untuk dicintai tanpa kecuali. Ketika aku merengek manja, kau tak pernah mengganggapku seperti anak kecil, namun berkata bahwa aku harus dewasa. Bahkan ketika aku marah pada diriku sendiri, kau berkata bahwa aku hebat. Kau tak pernah berkata TIDAK. Dan membuatku kembali berkata YA.

Hari-hari kita penuh dengan kegembiraan. Dengan kesombongan-kesombongan yang indah. Kekonyolan yang memalukan. Kekhawatiran-kekhawatiran yang manis. Dan kesulitan-kesulitan yang tampak lebih kecil dari sesungguhnya.

Ah, benar. Pelangi tak kan indah tanpa perbedaan.

Ketika tak ada batas dalam hal apapun, maka hati kita telah dipersatukan. Tak ada istilah ewuh pekewuh karena memang tak perlu hal itu dalam persahabatan. Apalagi itung-perhitungan karena tak layak hal itu dalam persaudaraan.

Ketika kita telah asyik dengan kebiasaan yang mengalir, tiba-tiba kita dikejutkan oleh sebuah kenyataan bahwa kita harus berpisah. Ada sedikit rasa haru dan setitik tangis yang diam-diam menyentuh pipiku, ketika kau ucapkan: kita akan berpisah dan lama tak akan saling bersama. Aku mendengar nada terkejut yang sama dalam suaramu.

Di dalam hati aku berusaha menyakinkan: bahwa  hanya badan kita yang berpisah. Bukan hati  ini, pikiran, perasaan, kenangan, duka, dan cita. Bukan pula cerita-cerita kita di masa lalu.

Seorang bijak berkata, bahwa seseorang akan terasa sangat berharga bagi kita setelah seseorang itu meninggalkan kita. Aaah ,,, aku tak percaya. Karena sejak bersamamu, kau selalu berharga untukku. Begitu juga hingga nanti suatu saat yang masih lama sekali aku akan kehilangan kau.

Aku masih ingin banyak bercerita denganmu. Tentang impian yang akan segera kita wujudkan. Tentang harapan, asa, atau sekadar celoteh pengisi sepi.
Ingatlah secarik lagu yang pernah kita nyanyikan dengan senyuman:

Menatap lembayung di langit Bali dan kusadari betapa berharga kenanganmuDi kala jiwaku tak terbatas, bebas berandai mengulang waktuHingga masih bisa kuraih dirimu, sosok yang mengisi kehampaan kalbukuBilakah diriku berucap maaf, masa yang tlah kuingkariDan meninggalkanmu U  o ... cinta

Teman yang terhanyut arus waktu mekar mendewasaMasih kusimpan suara tawa kitaKembalilah sahabat lawaskuSemarakkan keheningan lubuk

Hingga masih bisa kurangkul kalian, sosok yang mengaliri cawan hidupkuBilakah kita menangis bersama tegar melawan tempaan semangatmu ituU o ... jingga


Kendal, 02 November 2010
oleh Enggar Dhe Pe